#31haringetikdiblog
Ah sial! Gara-gara internet kostan kemaren mati, saya harus kembali menyumbang 5.000 di celengan denda #31haringetikdiblog -.- Empet juga sih mesti bayar denda, padahal di akhir bulan dendanya buat saya sendiri hehe :D
But anyway, sebenernya kemaren saya pengen banget cerita tentang seminar yang saya ikutin di hari itu juga. Seminar yang saya ikutin itu berhubungan dengan public speaking dan negotiation. Kalo public speaking mah udah ga heran lagi, karena itu anak Komunikasi banget. Tapi, what is negotiation? Negosiasi pada konteks apa nih? Negosiasi tawar menawar harga di bringharjo? Ah apapun itu ya pokoknya itulah..
Motivasi ikut sih sebenernya cuma satu, SERTIFIKAT. Bener-bener ya makin tua, makin sadar bahwa sertifikat itu penting, apalagi sertifikat dari seminar-seminar bergengsi. Tapi di satu sisi juga mempertimbangkan topik public speaking yang diangkat sih. Nah di sisi lain lagi, karena pembicaranya ganteng! *teteeeeeeeeeeeep
Sebenernya sih saya juga ga merhatiin-merhatiin amat sama konten yang dibahas hihihi karna saya terlalu sibuk memperhatikan kegantengan sang pembicara, si Prabu Revolusi. Pada intinya sih, kakanda Prabu ini bilang kalo hal yang paling penting untuk diperhatikan sebagai seorang public speaker itu adalah mental. That's it! That is the point! Oke saya ga mau sok pinter, buat ngejelasin isi dari seminarnya.. Saya cuma mau sedikit cerita tentang sang kakanda Prabu..... eh bukan deng, sebenernya mau cerita tentang kehidupan cinta saya dengan kakanda Prabu....... hmmmm.... bukan juga deng, saya mau cerita tentang hubungan antara saya dan sertifikat.
Prof. Gugelawan menjelaskan bahwa, sertifikat adalah tanda atau surat keterangan (pernyataan) tertulis atau tercetak dari orang
yang berwenang yang dapat digunakan sebagai bukti pemilikan atau suatu kejadian.
Terus, apa hubungannya sama Karla Sekar Arum?
Oke, hubungannya adalah semakin tua usia saya di dunia perkuliahan, dunia perkuliahan loh ya bukan umur :p, saya semakin terdorong untuk mengejar cinta. Eh salah, maksudnya seminar yang menghasilkan cinta. Ups salah lagi, yang bener seminar yang menghasilkan sertifikat (cinta). Bukan. Sertifikat aja, ga pake dalam kurung cinta.
Sadar atau ga sadar, kadang saya ikut seminar cuma buat satu hal. SERTIFIKAT. Semakin banyak sertifikat yang saya dapetin, saya semakin bangga sama diri saya sendiri hahaha.. Kenapa ya? Mungkin karena waktu saya untuk ngelamar kerja udah semakin deket, dan dalam pikiran saya, semakin banyak saya ngumpulin sertifikat, maka akan semakin terlihat berpengalamanlah saya. Itu pemikiran saya. Pemikiran loh ya.. Ga tau juga bener apa engga.. Tapi satu hal, saya juga ga ngerasa rugi-rugi banget ikut seminar. Selain karena sertifikatnya, tentu saja saya juga ngedapetin ilmu, meskipun yaaaaaaaaaa... ilmunya suka lewat sekelebatan doang.
Aktifitas mengejar seminar, workshop atau apapun itu yang menghasilkan sertifikat baru saya perdalam setahun belakangan, ketika kuliah udah tinggal dikit, dan menyadari my time was running out. Beda banget sama Karla yang dulu, yang kalo ada seminar atau workshop, jangankan ikut, ngelirik posternya atau dengernya aja udah melengos. Lah sekarang? Nyari-nyari.. demi si sertifikat itu tadi sih sebenernya.
Inti dari cerita di atas adalah, betapa dasyatnya faktor 'usia tua' di perkuliahan yang berpengaruh pada idealisme seseorang.
Jadi buat eloh, eloh, eloh, eloh, eloh, eloh, eloh, eloh dan eloh semuanya, yang terhitung masih muda di dunia perkuliahan, jangan ragu jangan gundah jangan galau kalo mau ikut seminar atau workshop, khususnya yang menghasilkan sertifikat. Karena di 'usia tua'mu, kalian akan menjadi seperti saya, yang mengejar cinta, eh bukaaaaaaaaaaaaaaaaan! (lo nih pikirannya cintaaaaaaaaaaaaa mulu! *tempelengdirisendiri*) Mengejar sertifikat ya adik-adik dan teman-teman.
Akhir kata, kejarlah sertifikat sampai ke antartika :)
.SWEET LIKE CANDY, FRESH LIKE MINT, WARM LIKE CHOCOLATE, FUN LIKE COLOUR, VALUABLE LIKE GOLD.
07 May 2012
05 May 2012
Era-ku Dulu Tak Begini ~
#31haringetikdiblog
Saya masih inget banget, kurang lebih sekitar 3,5 tahun yang lalu di Fisipol UGM yang sejuk, saya dan teman-teman sesama maba duduk di tengah lapangan sansiro yang menjadi salah satu icon di Fisipol UGM. Di sisi lapangan Sansiro, ada sebuah teras memanjang dengan beberapa tempat duduk yang dilindungi oleh pohon rindang, Fisipol UGM menyebutnya Kepel. Lalu tepat di depan Sansiro ada kantin Fisipol. Sampai saat ini, saya masih bisa membayangkan dan merasakan gimana "bersahabat"-nya suasana itu.
Setahun kemudian, saya dan teman-teman sesama Komunikasi 2008, semakin mengenal tempat-tempat yang menjadi icon Fisipol itu. Saya mulai sering duduk-duduk sambil bercengkrama dengan beberapa kakak angkatan dan juga teman lainnya di Kepel, demikian pula halnya dengan kantin yang hampir setiap hari menjadi tempat berkumpulnya saya dan teman-teman seangkatan sebelum dan sesudah kuliah. Hampir setiap saat saya ke kantin, selalu ada teman Komunikasi seangkatan yang duduk di sana, ga satu, ga dua, bahkan bersepuluh, dua puluh, bahkan lebih dari itu. Saya juga masih bisa membayangkan dan merasakan gimana saya dan teman-teman Komunikasi 2008 "menguasai" area kantin di masa itu.
Kemudian (kurang lebih) setahun setelah itu, Komunikasi UGM mengalami perombakan. Kepel dihancurkan dengan alasan rekonstruksi bangunan kampus. Banyak orang, khususnya anak Komunikasi yang menyayangkan hal itu, karena Kepel sudah menjadi satu bagian dari warga Komunikasi. Tapi apa boleh dikata, Kepel tetap dihancurkan oleh mesin raksasa bertangan baja. Hilanglah satu icon Fisipol UGM. Saya pun masih bisa membayangkan dan merasakan gimana rasa kehilangan akan suasana Kepel itu.
Seiring berjalannya waktu menuju tahun berikutnya, suasana "bersahabat" yang saya rasakan di awal saya menginjak kampus Fisipol sedikit demi sedikit pudar. Selain karena semakin hilangnya identitas awal kampus Fisipol yang saya temui pertama kali, semakin sedikit pula teman-teman Komunikasi seangkatan yang bisa saya temui di kampus. Rupanya saya sudah semakin menua hahahaha... Gimana ga ngerasa tua? Lha dulu tiap ke kampus jam berapa pun dan hari apapun, pasti nemu sosok-sosok teman seangkatan. Sekarang? Boro-boro nemu. Ngeliat sekelibatan bayangannya aja enggak.
Iya, semuanya berubah. Semua suasana yang saya temui di awal saya masuk Fisipol UGM berubah. Yang sama, cuma ibu kasir di kantin, yang selalu menyapa saya, "Mba Karlaaaaaaa.. makan apa mbaaa?" :D
Mungkin sekarang bukan eranya saya dan teman-teman seangkatan lagi yang "menjajah" kantin dan sekitarnya di kampus, yang ketawa-ketawa sampe ngakak, ga peduli orang lain yang makan di sana haha. Lha wong kadang juga isi kantin didominasi oleh teman seangkatan, kalo pun orang lain, paling juga mas/mba Komunikasi angkatan 2007, yang temen kita-kita juga hehe..
Berbanding terbalik sama sekarang, yang kalo ke kampus, kadang cuma plonga-plongo. Untung-untungan nemu temen seangkatan atau orang yang dikenal, kalo engga ya blah-bloh sambil ngeliatin pemandangan di kantin yang yaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.. gitu deh. Suasananya juga udah beda banget, dan itu sangat kerasa, minimal bagi saya sendiri.
Itu dia yang saya bilang era-ku dulu tak begini. Kadang, saya ngerasa orang asing di kampus sendiri haha.. Saya yakin, temen-temen seangkatan saya juga ada yang merasakan itu. Ga jarang juga, saya ngerasa rame, tapi sebenernya sepi.. Padahal saya masih inget jelas, saya hampir ga pernah ngerasain hal itu di kampus waktu masa "kejayaan" dulu hehe :p Tapi ya itu tadi, era-ku dulu tak begini, sekarang era-ku memang harus begini.
Mungkin bagi saya dan teman-teman seangkatan di Komunikasi UGM, era kejayaan di kantin dan spot-spot 'gaolgelak' (harus gitu ngomongnya) di kampus udah lewat..
Sekarang waktunya kami berjaya di perpus dan kantor jurusan, sampe nanti dateng waktunya, kami berjaya di Graha Sabha Pramana, dengan (InsyaAllah) menggunakan toga. Amiiiiiiiin! :)
Saya masih inget banget, kurang lebih sekitar 3,5 tahun yang lalu di Fisipol UGM yang sejuk, saya dan teman-teman sesama maba duduk di tengah lapangan sansiro yang menjadi salah satu icon di Fisipol UGM. Di sisi lapangan Sansiro, ada sebuah teras memanjang dengan beberapa tempat duduk yang dilindungi oleh pohon rindang, Fisipol UGM menyebutnya Kepel. Lalu tepat di depan Sansiro ada kantin Fisipol. Sampai saat ini, saya masih bisa membayangkan dan merasakan gimana "bersahabat"-nya suasana itu.
Setahun kemudian, saya dan teman-teman sesama Komunikasi 2008, semakin mengenal tempat-tempat yang menjadi icon Fisipol itu. Saya mulai sering duduk-duduk sambil bercengkrama dengan beberapa kakak angkatan dan juga teman lainnya di Kepel, demikian pula halnya dengan kantin yang hampir setiap hari menjadi tempat berkumpulnya saya dan teman-teman seangkatan sebelum dan sesudah kuliah. Hampir setiap saat saya ke kantin, selalu ada teman Komunikasi seangkatan yang duduk di sana, ga satu, ga dua, bahkan bersepuluh, dua puluh, bahkan lebih dari itu. Saya juga masih bisa membayangkan dan merasakan gimana saya dan teman-teman Komunikasi 2008 "menguasai" area kantin di masa itu.
Kemudian (kurang lebih) setahun setelah itu, Komunikasi UGM mengalami perombakan. Kepel dihancurkan dengan alasan rekonstruksi bangunan kampus. Banyak orang, khususnya anak Komunikasi yang menyayangkan hal itu, karena Kepel sudah menjadi satu bagian dari warga Komunikasi. Tapi apa boleh dikata, Kepel tetap dihancurkan oleh mesin raksasa bertangan baja. Hilanglah satu icon Fisipol UGM. Saya pun masih bisa membayangkan dan merasakan gimana rasa kehilangan akan suasana Kepel itu.
Seiring berjalannya waktu menuju tahun berikutnya, suasana "bersahabat" yang saya rasakan di awal saya menginjak kampus Fisipol sedikit demi sedikit pudar. Selain karena semakin hilangnya identitas awal kampus Fisipol yang saya temui pertama kali, semakin sedikit pula teman-teman Komunikasi seangkatan yang bisa saya temui di kampus. Rupanya saya sudah semakin menua hahahaha... Gimana ga ngerasa tua? Lha dulu tiap ke kampus jam berapa pun dan hari apapun, pasti nemu sosok-sosok teman seangkatan. Sekarang? Boro-boro nemu. Ngeliat sekelibatan bayangannya aja enggak.
Iya, semuanya berubah. Semua suasana yang saya temui di awal saya masuk Fisipol UGM berubah. Yang sama, cuma ibu kasir di kantin, yang selalu menyapa saya, "Mba Karlaaaaaaa.. makan apa mbaaa?" :D
Mungkin sekarang bukan eranya saya dan teman-teman seangkatan lagi yang "menjajah" kantin dan sekitarnya di kampus, yang ketawa-ketawa sampe ngakak, ga peduli orang lain yang makan di sana haha. Lha wong kadang juga isi kantin didominasi oleh teman seangkatan, kalo pun orang lain, paling juga mas/mba Komunikasi angkatan 2007, yang temen kita-kita juga hehe..
Berbanding terbalik sama sekarang, yang kalo ke kampus, kadang cuma plonga-plongo. Untung-untungan nemu temen seangkatan atau orang yang dikenal, kalo engga ya blah-bloh sambil ngeliatin pemandangan di kantin yang yaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.. gitu deh. Suasananya juga udah beda banget, dan itu sangat kerasa, minimal bagi saya sendiri.
Itu dia yang saya bilang era-ku dulu tak begini. Kadang, saya ngerasa orang asing di kampus sendiri haha.. Saya yakin, temen-temen seangkatan saya juga ada yang merasakan itu. Ga jarang juga, saya ngerasa rame, tapi sebenernya sepi.. Padahal saya masih inget jelas, saya hampir ga pernah ngerasain hal itu di kampus waktu masa "kejayaan" dulu hehe :p Tapi ya itu tadi, era-ku dulu tak begini, sekarang era-ku memang harus begini.
Mungkin bagi saya dan teman-teman seangkatan di Komunikasi UGM, era kejayaan di kantin dan spot-spot 'gaolgelak' (harus gitu ngomongnya) di kampus udah lewat..
Sekarang waktunya kami berjaya di perpus dan kantor jurusan, sampe nanti dateng waktunya, kami berjaya di Graha Sabha Pramana, dengan (InsyaAllah) menggunakan toga. Amiiiiiiiin! :)
04 May 2012
#31haringetikdiblog
Menulis itu karya, apapun bentuknya. Perkenalkan salah satu gerakan yang menghargai karya tulisan: #31harimenulis. #31harimenulis adalah sebuah (sebut saja) gerakan yang dimotori oleh kakak angkatan saya di Komunikasi UGM untuk mengajak anak-anak muda menulis apapun itu di blognya. Unik ya? Unik dooooong, lulusan Komunikasi UGM!
Hahaha anyway #31harimenulis ini selalu dilakukan pada bulan mei, dan tahun ini adalah tahun kedua gerakan itu dilakukan. Sebenernya saya pengen banget ikutan, tapi saya juga bingung kenapa kemaren saya ga daftar hahaha.. Sistemnya jadi kayak denda, setiap peserta harus menulis di blognya selama 31 hari di bulan mei, dan bagi yang 'bolong' alias ga nulis akan didenda 20.000/hari. Jadi selain ngajak anak muda buat nulis, kita juga diajak untuk bertanggung jawab. Wedyaaaaan.. Asik tenan tho..
Yaudalah, karena saya udah telat daftar, saya ikutan untuk diri saya sendiri, judulnya #31haringetikdiblog. Rule of #31haringetikdiblog khusus bagi Karla adalah denda 5000 (aja) per hari kalo bolong nulis di blog. Duitnya harus dimasukin celengan, dan baru boleh dibuka pas akhir bulan hahahaha.. Jadi kayak nabung buat diri sendiri. Lumayaaaan..
Nah berhubung bulan mei, udah lewat 3 hari, jadi saya udah nyelengin 15.000 di celengan yang saya sendiri belom beli :p
Oiya buat temen-temen yang mau baca postingan peserta #31harimenulis bisa langsung dicek di sini :)
Hahaha anyway #31harimenulis ini selalu dilakukan pada bulan mei, dan tahun ini adalah tahun kedua gerakan itu dilakukan. Sebenernya saya pengen banget ikutan, tapi saya juga bingung kenapa kemaren saya ga daftar hahaha.. Sistemnya jadi kayak denda, setiap peserta harus menulis di blognya selama 31 hari di bulan mei, dan bagi yang 'bolong' alias ga nulis akan didenda 20.000/hari. Jadi selain ngajak anak muda buat nulis, kita juga diajak untuk bertanggung jawab. Wedyaaaaan.. Asik tenan tho..
Yaudalah, karena saya udah telat daftar, saya ikutan untuk diri saya sendiri, judulnya #31haringetikdiblog. Rule of #31haringetikdiblog khusus bagi Karla adalah denda 5000 (aja) per hari kalo bolong nulis di blog. Duitnya harus dimasukin celengan, dan baru boleh dibuka pas akhir bulan hahahaha.. Jadi kayak nabung buat diri sendiri. Lumayaaaan..
Nah berhubung bulan mei, udah lewat 3 hari, jadi saya udah nyelengin 15.000 di celengan yang saya sendiri belom beli :p
Oiya buat temen-temen yang mau baca postingan peserta #31harimenulis bisa langsung dicek di sini :)
29 April 2012
Persamaan yang Berbeda
Saya mau bercerita sedikit tentang apa yang baru saya lewati di sore hari tadi.
Saya sedang berada di sebuah pusat pijat refleksi tubuh di seputaran kota Jogjakarta. Ketika itu, saya memang berniat untuk melakukan treatment body massage. Saya memilih paket body massage 1,5 jam dengan biaya 75.000. Standard menurut saya, melihat tempatnya yang cukup nyaman.
Lalu saya dipijat oleh seorang tukang pijat, sebut saja namanya Katy.... bukan Katy Perry.. *krik. Postur badannya mirip saya, cuma dia agak sedikit lebih kurus dibandingkan body saya yang sekarang agak lebih semok :p
Pijatannya lumayan enak, ga heran sih, karena sebelum masuk ke panti pijat itu pasti para tukang pijat-nya udah ditraining untuk bisa memberikan pijatan yang enak dan nyaman.
Di sela pijat-memijat, saya mengajak mba Katy ngobrol. Pertanyaan saya diawali dengan basa-basi jam buka tempat pijat tersebut. Lalu dia juga menanyakan tempat kuliah saya dan juga asal saya. Obrolan ngalor ngidul itu, sempat terhenti karena saya ketiduran haha.. Gimana ga ketiduran, lha wong tempatnya remang-remang, diiringi alunan musik pelan, sepi, sambil dipijet lagi! Pewe banget di kala kondisi badan yang capek tiada tara..
Ga lama, saya kebangun dan melanjutkan obrolan yang tadi sempat terhenti. Pertanyaan saya selanjutnya adalah tentang pekerjaan si mba Katy itu sendiri di tempat pijat tersebut. Rupanya mba Katy ini udah 8 bulan kerja sebagai tukang pijat di tempat itu. Selama kurang lebih 5 tahun di Jogja, dia udah 8 kali pindah tempat kerja, katanya sih pengen cari pengalaman. Magelang, adalah kota asal dari si mba Katy. Ia sengaja merantau ke Jogja untuk mengadu nasib, yaaaaa untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarganya mungkin.
Ketika saya bertanya tentang gimana kondisi kerja di tempat tersebut, dia sedikit cuhat colongan ke saya.
"Di sini ada 34 tukang pijet mba, tapi ga ada shift-shiftan. Ya tiap hari jadi kayak pindang gitu mba di ruangan, sambil nunggu pelanggan yang mau pijat, kita tiduran, nonton tv, ga bisa keluar karena ga dibolehin, jadi kayak di penjara gitu. Untung-untung kalo ada yang mau pijat, kalo engga, ya dari pagi sampe malem ya cuma tiduran nonton tv, nganggur gitu mba."
DEG! Kebayang ga sih.. kalo cuma disuruh nunggu pelanggan sambil nonton tv, tiduran seharian gitu sih, di rumah aja juga bisa, dalem hati saya.
"Terus sistem pembayarannya, per orang yang dipijet apa gimana mba?" tanya saya.
"Per orang yang dipijet mba, jadi dipotong 12% per orang itu bayar. Jadi kalo pijetnya 1 jam ya saya cuma dapet 6.000, kalo kayak mba gini 1,5 jam, saya dapetnya 9.000. Itu juga belom tentu sehari dapet mba. Kadang ga dapet sama sekali karena ga ada yang milih saya buat pijetin."
Hmm.. Memang sih, sistem di pusat pijet itu adalah memilih sendiri tukang pijat dengan menunjuk foto yang ada di meja resepsionis.
Saya prihatin denger curhat colongannya si mba Katy. Kebayang ga sih pemasukan sama pengeluarannya dalam sebulan. Belom untuk bayar kostan, bayar makan, dan kebutuhan lainnya, belom lagi kalo mau ngirimin uang untuk keluarga di kampungnya.
Satu hal yang paling buat saya kaget.
"Umur saya 21 mba, saya cuma tamatan SMP.."
DEG! DEG! DEG! DEG!
UMURNYA SAMA DENGAN SAYA!
"Mba umurnya berapa?" | "21 mba" | "wah.. sama dong" | "mba kelahiran 91 juga ya?" | "oh engga saya 90 mba" | *menghela nafas* *fiuh ternyata beda tahun* | *hening*
Seketika saya diem.. kebayang ga sih.. di umur yang sama, dengan nasib yang berbeda, kami berdua berada di satu ruangan yang sama, yang satu melayani, yang satu dilayani :(
Allah bener-bener nunjukkin betapa saya harus banyak bersyukur.
Obrolan di tempat pijat itu memberikan saya ilmu. Iya, ilmu untuk 'berkaca diri'. Saya ga tau apa yang dirasain sama si mba Katy tentang obrolan saya dengannya, mungkin ia merasa Tuhan ga adil atau juga mungkin ia merasa Tuhan memberikan cobaan untuknya agar ia kuat. Tapi saya.... speechless.
Waktu saya tau umurnya sama dengan saya, saya kircep di detik itu juga.
Di sini, Allah SWT bener-bener nunjukin betapa saya harus selalu bersyukur dengan apapun yang ada di hidup saya. Rezeki, cobaan, musibah semuanya ada hikmah, dan saya harus bisa mensyukuri semuanya.
Semoga si mba Katy yang pijetannya lumayan ngilangin encok, bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, atau mungkin bisa bikin usaha panti pijat dengan fasilitas plus (bukan plus-plus) yang sukses di kota asalnya.
God bless you mba Katy!
Saya sedang berada di sebuah pusat pijat refleksi tubuh di seputaran kota Jogjakarta. Ketika itu, saya memang berniat untuk melakukan treatment body massage. Saya memilih paket body massage 1,5 jam dengan biaya 75.000. Standard menurut saya, melihat tempatnya yang cukup nyaman.
Lalu saya dipijat oleh seorang tukang pijat, sebut saja namanya Katy.... bukan Katy Perry.. *krik. Postur badannya mirip saya, cuma dia agak sedikit lebih kurus dibandingkan body saya yang sekarang agak lebih semok :p
Pijatannya lumayan enak, ga heran sih, karena sebelum masuk ke panti pijat itu pasti para tukang pijat-nya udah ditraining untuk bisa memberikan pijatan yang enak dan nyaman.
Di sela pijat-memijat, saya mengajak mba Katy ngobrol. Pertanyaan saya diawali dengan basa-basi jam buka tempat pijat tersebut. Lalu dia juga menanyakan tempat kuliah saya dan juga asal saya. Obrolan ngalor ngidul itu, sempat terhenti karena saya ketiduran haha.. Gimana ga ketiduran, lha wong tempatnya remang-remang, diiringi alunan musik pelan, sepi, sambil dipijet lagi! Pewe banget di kala kondisi badan yang capek tiada tara..
Ga lama, saya kebangun dan melanjutkan obrolan yang tadi sempat terhenti. Pertanyaan saya selanjutnya adalah tentang pekerjaan si mba Katy itu sendiri di tempat pijat tersebut. Rupanya mba Katy ini udah 8 bulan kerja sebagai tukang pijat di tempat itu. Selama kurang lebih 5 tahun di Jogja, dia udah 8 kali pindah tempat kerja, katanya sih pengen cari pengalaman. Magelang, adalah kota asal dari si mba Katy. Ia sengaja merantau ke Jogja untuk mengadu nasib, yaaaaa untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarganya mungkin.
Ketika saya bertanya tentang gimana kondisi kerja di tempat tersebut, dia sedikit cuhat colongan ke saya.
"Di sini ada 34 tukang pijet mba, tapi ga ada shift-shiftan. Ya tiap hari jadi kayak pindang gitu mba di ruangan, sambil nunggu pelanggan yang mau pijat, kita tiduran, nonton tv, ga bisa keluar karena ga dibolehin, jadi kayak di penjara gitu. Untung-untung kalo ada yang mau pijat, kalo engga, ya dari pagi sampe malem ya cuma tiduran nonton tv, nganggur gitu mba."
DEG! Kebayang ga sih.. kalo cuma disuruh nunggu pelanggan sambil nonton tv, tiduran seharian gitu sih, di rumah aja juga bisa, dalem hati saya.
"Terus sistem pembayarannya, per orang yang dipijet apa gimana mba?" tanya saya.
"Per orang yang dipijet mba, jadi dipotong 12% per orang itu bayar. Jadi kalo pijetnya 1 jam ya saya cuma dapet 6.000, kalo kayak mba gini 1,5 jam, saya dapetnya 9.000. Itu juga belom tentu sehari dapet mba. Kadang ga dapet sama sekali karena ga ada yang milih saya buat pijetin."
Hmm.. Memang sih, sistem di pusat pijet itu adalah memilih sendiri tukang pijat dengan menunjuk foto yang ada di meja resepsionis.
Saya prihatin denger curhat colongannya si mba Katy. Kebayang ga sih pemasukan sama pengeluarannya dalam sebulan. Belom untuk bayar kostan, bayar makan, dan kebutuhan lainnya, belom lagi kalo mau ngirimin uang untuk keluarga di kampungnya.
Satu hal yang paling buat saya kaget.
"Umur saya 21 mba, saya cuma tamatan SMP.."
DEG! DEG! DEG! DEG!
UMURNYA SAMA DENGAN SAYA!
"Mba umurnya berapa?" | "21 mba" | "wah.. sama dong" | "mba kelahiran 91 juga ya?" | "oh engga saya 90 mba" | *menghela nafas* *fiuh ternyata beda tahun* | *hening*
Seketika saya diem.. kebayang ga sih.. di umur yang sama, dengan nasib yang berbeda, kami berdua berada di satu ruangan yang sama, yang satu melayani, yang satu dilayani :(
Allah bener-bener nunjukkin betapa saya harus banyak bersyukur.
Obrolan di tempat pijat itu memberikan saya ilmu. Iya, ilmu untuk 'berkaca diri'. Saya ga tau apa yang dirasain sama si mba Katy tentang obrolan saya dengannya, mungkin ia merasa Tuhan ga adil atau juga mungkin ia merasa Tuhan memberikan cobaan untuknya agar ia kuat. Tapi saya.... speechless.
Waktu saya tau umurnya sama dengan saya, saya kircep di detik itu juga.
Di sini, Allah SWT bener-bener nunjukin betapa saya harus selalu bersyukur dengan apapun yang ada di hidup saya. Rezeki, cobaan, musibah semuanya ada hikmah, dan saya harus bisa mensyukuri semuanya.
Semoga si mba Katy yang pijetannya lumayan ngilangin encok, bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, atau mungkin bisa bikin usaha panti pijat dengan fasilitas plus (bukan plus-plus) yang sukses di kota asalnya.
God bless you mba Katy!
21 April 2012
Up to 20!
Waaaaaawwwwww 21! Akhirnya umur saya 21! Yihaaaaaa finally up to 20!
Iya, tanggal 18 April kemarin saya baru saja menginjakkan hidup saya di umur ke-21.
Artinya udah lebih dari 1/5 abad saya hidup di dunia ini. Ga ada kata lain selain ucapan Alhamdulillah untuk mengawali hari itu.
Saya bersyukur masih banyak orang-orang yang perhatian dan sayang sama saya. Mereka ga segan untuk sekedar mengucapkan selamat ulang tahun dan menyisihkan sedikit waktu mereka untuk mendoakan saya. Terima kasih sebesar-besarnya saya ucapkan kepada mereka.
Hidup ini ga akan lebih berharga, selain ditemani dengan orang-orang yang baik dan peduli di sekitar kita.
Terima kasih banyak untuk keluarga saya, para sahabat, teman-teman dan semuanya untuk doa dan ucapan yang diberikan baik secara langsung maupun via BBM, SMS, telpon, facebook, twitter dan lain-lain. Terima kasih banyak semuanya.
Terima kasih ya Allah untuk umur 21 dan kehidupan 20 tahun sebelumnya yang berkesan. Semoga di umur yang baru saya bisa membanggakan ibu dan bapak saya dengan gelar di belakang nama saya. Amiiiiin...
:D
Iya, tanggal 18 April kemarin saya baru saja menginjakkan hidup saya di umur ke-21.
Artinya udah lebih dari 1/5 abad saya hidup di dunia ini. Ga ada kata lain selain ucapan Alhamdulillah untuk mengawali hari itu.
Saya bersyukur masih banyak orang-orang yang perhatian dan sayang sama saya. Mereka ga segan untuk sekedar mengucapkan selamat ulang tahun dan menyisihkan sedikit waktu mereka untuk mendoakan saya. Terima kasih sebesar-besarnya saya ucapkan kepada mereka.
Hidup ini ga akan lebih berharga, selain ditemani dengan orang-orang yang baik dan peduli di sekitar kita.
Terima kasih banyak untuk keluarga saya, para sahabat, teman-teman dan semuanya untuk doa dan ucapan yang diberikan baik secara langsung maupun via BBM, SMS, telpon, facebook, twitter dan lain-lain. Terima kasih banyak semuanya.
Terima kasih ya Allah untuk umur 21 dan kehidupan 20 tahun sebelumnya yang berkesan. Semoga di umur yang baru saya bisa membanggakan ibu dan bapak saya dengan gelar di belakang nama saya. Amiiiiin...
:D
Salahkah saya?
Kadang saya suka bertanya pada diri saya sendiri.
Salahkah saya memiliki keluarga dengan kondisi berkecukupan?
Salahkah saya menaiki motor atau mobil, sedangkan di luar sana ada ibu atau bapak yang menggowes sepeda bututnya?
Salahkah saya memiliki rumah dan kamar yang luas, sedangkan di luar sana ada ibu atau bapak yang hanya beralaskan tanah dengan dinding kardus sebagai rumahnya?
Salahkah saya duduk di sebuah cafe sambil menikmati secangkir cokelat hangat, sedangkan di luar sana ada anak kecil mengais botol plastik di kotak sampah?
Salahkah saya menenteng tas belanjaan dari sebuah mall, sedangkan di luar sana ada ibu tua yang hanya menggendong tas hasil memulungnya seharian?
Salahkah saya tidur di kamar dengan kasur empuk dan udara sejuk dari kipas angin atau AC di siang hari, sedangkan di luar sana ada sekelompok orang berjualan koran di siang hari yang panas?
Salahkah saya?
Pertanyaan-pertanyaan itu sering muncul di benak saya. Mengapa Tuhan tidak menciptakan manusia dengan derajat yang sama? Minimal dengan keadaan sosial yang sama. Atau minimal lagi dalam kondisi serendah-rendahnya hidup sederhana.
Mengapa harus ada kata "miskin" di dunia ini?
Kadang saya berpikir, apakah saya seorang perempuan yang baru berusia 21 tahun pantas duduk di sebuah mobil ber-AC, sedangkan di sebelah saya ada seorang bapak tua keriput menaiki sepeda ontelnya. Apakah itu cukup adil?
Jujur, saya bertanya-tanya pada diri saya sendiri.
Tapi, apa sih yang bisa saya lakukan selain membantu mereka dalam bentuk menyumbang. Paling tidak saya hanya bisa menyisihkan sedikit uang jajan saya untuk diberikan kepada mereka yang memang benar-benar membutuhkan.
Kadang saya berpikir, semua yang saya punya ini adalah rezeki dari Allah. Mereka yang hidup berkekurangan pun pasti memiliki rezekinya sendiri. Tapi kenapa harus ada istilah kaya dan miskin di dunia ini? Kenapa harus ada istilah atas dan bawah di dunia ini? Bukannya semua manusia itu sama di mata Tuhan? Kalau begitu, kenapa manusia harus diciptakan dalam kondisi hidup yang berbeda?
Ah.. pertanyaan itu terlalu sering muncul dalam pikiran saya. Saya iba pada mereka, pada diri saya sendiri juga. Saya belum bisa melakukan sesuatu yang bisa membuat iba itu menghilang.
Suatu saat saya harus bisa. Harus.
Salahkah saya memiliki keluarga dengan kondisi berkecukupan?
Salahkah saya menaiki motor atau mobil, sedangkan di luar sana ada ibu atau bapak yang menggowes sepeda bututnya?
Salahkah saya memiliki rumah dan kamar yang luas, sedangkan di luar sana ada ibu atau bapak yang hanya beralaskan tanah dengan dinding kardus sebagai rumahnya?
Salahkah saya duduk di sebuah cafe sambil menikmati secangkir cokelat hangat, sedangkan di luar sana ada anak kecil mengais botol plastik di kotak sampah?
Salahkah saya menenteng tas belanjaan dari sebuah mall, sedangkan di luar sana ada ibu tua yang hanya menggendong tas hasil memulungnya seharian?
Salahkah saya tidur di kamar dengan kasur empuk dan udara sejuk dari kipas angin atau AC di siang hari, sedangkan di luar sana ada sekelompok orang berjualan koran di siang hari yang panas?
Salahkah saya?
Pertanyaan-pertanyaan itu sering muncul di benak saya. Mengapa Tuhan tidak menciptakan manusia dengan derajat yang sama? Minimal dengan keadaan sosial yang sama. Atau minimal lagi dalam kondisi serendah-rendahnya hidup sederhana.
Mengapa harus ada kata "miskin" di dunia ini?
Kadang saya berpikir, apakah saya seorang perempuan yang baru berusia 21 tahun pantas duduk di sebuah mobil ber-AC, sedangkan di sebelah saya ada seorang bapak tua keriput menaiki sepeda ontelnya. Apakah itu cukup adil?
Jujur, saya bertanya-tanya pada diri saya sendiri.
Tapi, apa sih yang bisa saya lakukan selain membantu mereka dalam bentuk menyumbang. Paling tidak saya hanya bisa menyisihkan sedikit uang jajan saya untuk diberikan kepada mereka yang memang benar-benar membutuhkan.
Kadang saya berpikir, semua yang saya punya ini adalah rezeki dari Allah. Mereka yang hidup berkekurangan pun pasti memiliki rezekinya sendiri. Tapi kenapa harus ada istilah kaya dan miskin di dunia ini? Kenapa harus ada istilah atas dan bawah di dunia ini? Bukannya semua manusia itu sama di mata Tuhan? Kalau begitu, kenapa manusia harus diciptakan dalam kondisi hidup yang berbeda?
Ah.. pertanyaan itu terlalu sering muncul dalam pikiran saya. Saya iba pada mereka, pada diri saya sendiri juga. Saya belum bisa melakukan sesuatu yang bisa membuat iba itu menghilang.
Suatu saat saya harus bisa. Harus.
Let's go back..
Wih akhirnya setelah sekian lama ga buka blog, saya punya niat lagi buat buka blog dan mulai menulis. Sempet kaget juga sih dengan tampilan blogspot yang baru haha.. Rupanya saya udah terlalu lama meninggalkan diary ini..
Melihat postingan terakhir di blog, ternyata cerita berseri saya bertajuk Forever Alone In Big City hanya bertahan sampe episode #14 dengan rapelan ya hahahaha..
Yah.. pada intinya kehidupan ForeverAlone saya tersebut berakhir dengan baik, bahagia dan sempurna. Alhamdulillah saya dapet hasil yang ga sia-sia.
Sekali lagi terima kasih kepada Allah SWT yang selalu memudahkan saya. Semoga selalu dimudahkan sampe nanti pake toga :D
Anyway, sebenernya sebelum ini saya udah lama banget pengen bercerita di blog, tapi ternyata hasrat saya untuk "bercerita" di word lebih tinggi (baca:skripsi).
Malem ini saya ga tahan untuk buka blog, there's many stories I wanna tell you, about me, my self, everybody around me, etc.
Semoga semua bisa tertulis dan tertuang di laman ini :)
Melihat postingan terakhir di blog, ternyata cerita berseri saya bertajuk Forever Alone In Big City hanya bertahan sampe episode #14 dengan rapelan ya hahahaha..
Yah.. pada intinya kehidupan ForeverAlone saya tersebut berakhir dengan baik, bahagia dan sempurna. Alhamdulillah saya dapet hasil yang ga sia-sia.
Sekali lagi terima kasih kepada Allah SWT yang selalu memudahkan saya. Semoga selalu dimudahkan sampe nanti pake toga :D
Anyway, sebenernya sebelum ini saya udah lama banget pengen bercerita di blog, tapi ternyata hasrat saya untuk "bercerita" di word lebih tinggi (baca:skripsi).
Malem ini saya ga tahan untuk buka blog, there's many stories I wanna tell you, about me, my self, everybody around me, etc.
Semoga semua bisa tertulis dan tertuang di laman ini :)
Subscribe to:
Posts (Atom)